Paradoks dalam Teh

Arien Kartika
4 min readFeb 19, 2024

--

Sekilas perenungan dari perjalanan teh saya selama 5 tahun terakhir.

Tentu, 5 tahun adalah waktu yang singkat. Pada dunia teh, diri ini belum siapa-siapa, bukan apa-apa. Maka, pandanglah tulisan ini sebagai rangkuman dari berbagai isu tentang teh yang ada di kepala. Mungkin akan terasa relate, mungkin juga tidak. Mungkin ada pertanyaan yang terjawab, namun kemungkinan juga muncul pertanyaan baru.

Dengan segala kerendahan hati dan pikiran terbuka, mari kita mulai.

Teh adalah minuman universal.

Setidaknya, begitulah pandangan saya pada mulanya. Di keseharian kita, teh jadi minuman yang lebih akrab, sebab ia bisa diminum siapa saja dan kapan saja. Kehujanan? Minum teh. Ada tamu yang tidak begitu akrab? Minimal dijamu dengan teh manis panas. Masuk angin? Teh manis ditambah jahe adalah kunci. Kesurupan? Jangan ragu, beri saja teh manis!

Tanpa bermaksud degrading peminum kopi ya, menurut saya teh memang bisa lebih diterima, karena seringkali orang menghindari minum kopi karena alasan lambung atau sulit tidur. Teh lebih jarang tertolak, bahkan ajakan teh manis dingin di tengah hari atau di awal perjamuan buka puasa biasanya langsung dijawab anggukan.

Teh adalah minuman siapa saja.

Paling tidak, itu sebelum saya lebih serius menyelami dunia ini.

Sebelum saya memulai dengan serius perjalanan teh ini, ada perasaan bahwa suatu hari nanti saya akan jatuh hati pada origin ketimbang tisane, tea blend, atau tea mixology. Hanya saja, di tahun 2018–2019 lalu akses dan informasi pada origin masih terbilang terbatas, jadilah memutuskan mulai di tea blend yang lebih pop dan mudah didapat.

Perbedaan origin, tisane, dan tea blend pernah saya tulis di sini. Mari mampir kalau ingin tahu lebih detail.

Hari ini di tahun 2024, Alhamdulillah keinginan itu terwujud. Bahkan setahun terakhir memang lebih fokus di origin. Mungkin benar, suatu hari cita-cita bisa terwujud walau kadang jalannya memutar — tidak directly menuju ke sana.

Sejujurnya, semakin dalam di dunia teh khususnya origin, semakin saya sadar kalau saya ini tidak tahu apa-apa. Banyak dan luas sekali pengetahuan di dalamnya, andaikata saya sampai akhir hayat ini minum 1 jenis teh origin setiap harinya, belum tentu juga saya menguasai seluruhnya.

Di beberapa kesempatan, saya mendapat banyak teh origin yang luar biasa unik. Semisal teh yang rasanya menarik, teh yang umurnya sudah belasan atau bahkan puluhan tahun, bahkan teh langka yang tidak lagi diproduksi. Ada sedikit perasaan dan tekanan, bahwa teh unik ini layak diperlakukan dengan baik, diseduh dengan cermat. Bukan kenapa-kenapa, teh berkualitas baik bahkan sangat prima ini pastilah datang dari perlakuan yang hati-hati oleh petaninya. Apalagi setelah belajar sedikit soal memproses teh dari daun sampai jadi kering, terasa sekali sulitnya. Pengalaman ini pun saya tulis di sini, silahkan membaca.

Rasanya seperti orang jahat dan bodoh kalau tidak memperlakukannya dengan baik, tidak mengapresiasi karakternya dengan semampunya. In every leaf, it contains so much hope and love. I’ll be such terrible person if I brew it poorly and waste it.

Ada satu ungkapan soal teh yang sangat saya sukai.

ichi-go ichi-e (一期一会)

Artinya, once in a lifetime.

Hanya sekali dalam hidup, dan kemungkinan besar tidak bisa diulang. Baik itu sesi penyeduhan teh atau pun rasa teh yang ditemui. Sebab pada pertemuan kedua di waktu yang berbeda, akan banyak variabel yang berbeda juga, semisal suasana hati, obrolan yang dibagi, kondisi kesehatan, sampai kemampuan menyeduh.

Juga pada rasa teh yang diseduh, sebab hari ke hari, pada teh origin akan ada pergeseran rasa. Bisa jadi menuju kedewasaan, bisa juga sebaliknya.

Pada teh origin yang saya temui, sebisa mungkin ketika diseduh, dapat diapresiasi dengan sebaik-baiknya. Sebab bisa jadi tidak akan saya dapatkan lagi pengalaman dan rasa yang persis sama, selain dari alasan merasa punya tekanan pribadi merasa bersalah pada petani yang sudah membuatnya dengan sangat hati-hati.

Teman-teman di dunia teh pun sering berkata, seandainya punya uangnya, belum tentu bisa beli tehnya. Ada kondisi yang membuat kita tidak bisa mendapatkan kembali teh tersebut, seperti keluarga petani yang berhenti membuat karena tidak ada regenerasi, petani yang memutuskan tidak lagi membuat teh karena alasan pribadi, perubahan iklim yang memengaruhi perkebunan teh tersebut, sampai keengganan peminum teh untuk membagi koleksinya sebab merasa sayang.

Teh adalah minuman universal, yang menariknya, juga mempunyai paradoks tidak bisa diakses dengan mudah.

Tidak ada salah, tulisan ini pun dibuat bukan untuk menghakimi atau menggugat sistem. In fact, there’s no system, it just how another view of appreciating what we have.. especially origin tea.

Rayakan teh sebagai minuman universal, yang di sisi lain juga terbatas tidak untuk semua orang. Rayakan dengan lingkar besar, rayakan dengan lingkar kecil, dengan siapa saja yang dapat mengapresiasi teh yang terhidang di hadapannya.

Cherish every moment we had with a good tea, because perhaps it’s ichi-go ichi-e (一期一会).

Terima kasih telah membaca, sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

--

--