Komitmen, Kunci Slow Bar pada Kedai Teh

Arien Kartika
4 min readJun 5, 2023

--

Tulisan ini menyambung tulisan saya sebelumnya yang bertajuk Slow Bar: Magnet atau Penghisap Energi?, walau tidak sengaja dimaksudkan menjadi serial, biarlah seiring waktu dan ide yang mungkin deras mengalir, cabang pikiran lain soal slow bar tumbuh.

Baik, pada tulisan sebelumnya sudah saya singgung soal menjaga energi ketika memantapkan diri menjalankan konsep slow bar pada ruang usaha kopi atau teh. Ya, sejujurnya melambat tidak selalu berakhir selamat, kalau-kalau kita salah memilih jalurnya.

Mungkin beberapa teman-teman pembaca di sini kurang punya gambaran bagaimana jadi orang di belakang bar, karena lebih sering jadi ada yang di depannya. Tidak mengapa, semoga tulisan ini memberi sedikit pandangan baru.

Silahkan, duduk nyaman dan membaca, sambil menyeduh teh kesukaan sekalian, barangkali?

Sebagai juru seduh di kedai teh, saya seringkali mendapati betapa mudah orang datang, duduk di depan meja bar, kemudian memulai pembicaraan sambil menikmati pesanannya. Menariknya, tidak melulu topik yang hadir seputar produk atau wawasan dunia teh, seringkali malah membicarakan hal-hal pop, isu terkini, pertanyaan yang secara spontan muncul di kepala, sampai permasalahan pribadi.

Kenapa ya, kira-kira pelanggan bisa dengan mudah membuka diri?

Jawabannya bisa beragam, tapi pada dasarnya hal itu muncul karena rasa nyaman. Makin personal hal yang dibahas, sebetulnya makin besar juga rasa aman dan kelekatan yang dirasa. Tentu, kita tidak akan secara tiba-tiba bercerita soal patah hati dan betapa brengseknya mantan yang selingkuh, pada orang yang kelihatannya tidak enak diajak ngobrol, kan?

Lalu ada variabel lain yang tidak kalah penting: teh.

Minuman yang terkenal sebagai relaksan, penyerta suasana kedamaian, penghangat suasana, lekat citranya dengan keakraban dan juga solitude me-time. Pokoknya sesuatu yang heart-warming lah, kesannya.

Jadi kombinasi teh + suasana yang santai di slow bar + juru seduh yang enak diajak ngobrol = kelekatan, nyaman, aman.

So, is it a good or bad thing?

Well.. it depends..

Sejak pertengahan Mei ini, kami di DEKAT mulai punya sistem baru untuk ngeteh dan ngobrol yang lebih fokus. Kalau sebelumnya pelanggan bisa dengan mudah datang, kali ini kami punya sesi sendiri untuk yang ingin ngeteh enak — karena tiap pekannya teh berganti sesuai hasil kurasi kami — dan mengobrol lebih privat. Tehnya sendiri diseduh dengan metode Gongfu, jadi memang sudah dimaksudkan supaya jadi sesi yang santai. Kalau tertarik, bisa cek di instagram kami atau di tautan reservasinya ya.

Sejauh sistem ini berjalan, saya menyadari betapa pentingnya punya komitmen di konsep slow bar pada kedai teh, baik untuk penyeduh maupun pelanggan. Tidak selalu pada sesi Gongfu, ternyata secara umum pada kedai teh yang slow bar juga.

Ya, ketika pelanggan berkomitmen untuk reservasi kemudian datang, juru seduh juga berkomitmen memberi servis terbaik; hasil seduhan, info soal produknya, dan kehadiran untuk membersamai pelanggan.

Hadir tidak hanya sebagai penyeduh lho, karena ada konsekuensi ditanya soal teh yang diseduh atau pun juga yang dijual, dan obrolan lain yang kemudian ikut terjalin. Kalau sudah komitmen, resiko seperti itu mesti siap ditanggung.

If you think it’s kinda easy.. plis pikir lagi deh, hahaha. Tentu kalau dikerjakan pakai hati dan dengan niat yang lurus akan terasa menyenangkan, tapi sekali lagi, benar-benar membersamai pelanggan itu butuh energi besar.

Ya seperti yang tadi ditulis di atas, melambat tidak selalu berakhir selamat, kalau tidak disertai komitmen untuk tetap laju.

Komitmen yang juga muncul, ketika memantapkan hati punya slow bar kedai teh, datang dari kacamata bisnis. Sudah siapkah dengan cashflow yang mungkin juga akan slow? Hihihi.

Lain ladang, lain belalang. Lain tempat usaha, lain juga resikonya. Tidak akan bisa dipukul rata, cost yang ada pasti tiap pemilik berbeda. Maka pikir panjanglah dulu, apakah kedainya akan cocok dengan konsep slow bar? Baik secara infrastruktur, SDM, sampai target pasarnya.

Karena seringkali biaya yang dihitung hanyalah yang berbentuk materil, padahal waktu juga harusnya termasuk lho. Hehehe.

Jangan sampai tujuannya supaya zen, eh malah jadi stress berat mikirin kas yang bo cuan terus. Hadoh, mumet!

Tenang, nafas dulu.

Tentu tidak semenakutkan itu punya kedai teh, apalagi yang diniatkan jadi slow bar. Hanya saja, ini lho.. resikonya.. kalau-kalau luput dipikirkan. Mumpung tren buka kedai teh ini sedang positif dan slow bar seringkali jadi alternatif, rasanya hal seperti ini bisa jadi pertimbangan.

Take your time.

Kalau teman-teman membaca ini sebagai pelanggan, yah selamat! Kalian baru saja membaca sedikit rahasia di balik meja bar, hehehe. Terima kasih sudah jadi pelanggan setia DEKAT atau pun kedai teh kesayanganmu, terima kasih sudah jadi bagian pendukung skena teh lokal untuk tetap berjalan, dan tentu terima kasih sudah jadi bagian penggerak ekonomi negara ini. Kalian keren!

Sampai ketemu di tulisan selanjutnya!

--

--