Dua Muka Janus: Batas Semangat Komunitas dan Korporasi

Arien Kartika
3 min readJun 15, 2023

--

Besar di kota yang kental semangat berkomunitasnya, kadang membuat saya berpikir di mana garis jelas sebagai batas antara semangat kolektif dalam komunitas dan keteraturan korporasi?

Pada tulisan ini, yang dimulai dengan banyak pertanyaan dan keruwetan dalam kepala, diakhiri dengan konklusi adalah sebuah keberhasilan — alih-alih mencari hal yang pasti, mari kita nikmati saja proses berpikirnya!

Mungkin banyak yang setuju bahwa energi kreatif mengalir deras di setiap ruas jalan kota ini, terpecah menjadi energi yang lebih kecil dan spesifik di sudut-sudut kota, dan ketika masuk pada tiap kepala penduduknya yang kemudian bergabung dalam satu sirkel.. voila! lahirlah ide, gagasan, dan gerakan.

Konon kreativitas muncul bukan ketika punya banyak resource di tangan, melainkan ketika dihadapkan pada segala keterbatasan. Keinginan kuat untuk menerobos, keluar dari kotak, menjadikan kreativitas lebih tumbuh giat. Kreativitas yang lahir pada buaian hangat dan silver spoon, tentu tidak bisa dibandingan dengan tempaan masa-masa sulit, ya?

Jadi, ketika sudah punya daya kreatif, daya mencipta yang besar dalam diri, pastilah ada dorongan untuk bergerak. Pertanyaannya, mau pilih jalan sendiri atau bersama? Mengutip kata mutiara dari Ratan Tata: if you want to walk fast, walk alone. But if you want to walk far, then walk together.

Maka, untuk daya terobos yang lebih masif, menurut saya jawabannya jelas: bermajelislah. Melingkar. Berkumpul. Temui orang-orang dengan visi yang sama! Diskusi, lempar gagasan, terima masukan. Buat komunitas, dimulai dari sedikit orang, bisa jadi berakhir dengan sebaran yang sangat luas.

Dinamika pada komunitas tentu ada, apalagi mengumpulkan orang-orang dengan energi kreatif, tentu tidak mudah. Masing-masing tentu punya keinginan, ide, dan gambaran bagaimana sebaiknya gagasan ini dieksekusi. Menjadikannya satu suara dan nyata bukan perkara satu malam, it might takes time.

Once again, if you want to walk fast, walk alone. But if you want to walk far, then walk together.

Lalu, kerapihan mulai diperlukan. Keteraturan mulai diberlakukan. Keinginan untuk membuat sistem semakin memanggil. Bertanya pada diri sendiri, butuh apa? Mungkin sudah saatnya ide ini berbadan usaha, untuk menghidupi energi kreatif di dalamnya.

That’s when your intention are pure. Some might called you being idealist or stubborn, but deep down you just wanna protect the idea. Wajar, tidak salah, namanya juga ikhtiar, kan?

Awalnya sulit, terbiasa hidup dalam iklim demokrasi di komunitas — yang seringnya semua suara punya nilai, kemudian menjadi korporasi yang harus memajang nama sebagai kepala. Heavy is the head of the crown, begitu kurang lebih menurut Raja Henry IV.

Berat, tapi bukan berarti mustahil. Bila bebannya dibagi proporsional, setiap pengampu amanah dapat bertanggung jawab, dan lagi-lagi dijaga pada visi yang sama.. sure, it will be possible. Korporasi tidak mesti kaku, karena kembali pada niat lurus untuk menghidupi energi kreatif di dalamnya. Dinamika jadi bagian tak terpisahkan, selalu ada, jadi tantangan sekaligus penjaga supaya tidak jauh melenceng dari niat.

Tapi, masih ada resah yang mengganggu: di mana garis jelas sebagai batas antara semangat kolektif dalam komunitas dan keteraturan korporasi?

Ah, hampir saja lupa! Sedikit tambahan, Janus adalah salah satu dewa dalam mitologi Romawi. Ia adalah penjaga awal dan akhir, dapat melihat pada masa lalu dan masa depan, maka wajarlah bulan pertama setelah pergantian tahun, Januari, diambil dari namanya.

Setelah membaca cukup jauh saya menemukan suatu hal yang sangat menarik berkenaan Janus ini:

There is a thing named Janusian Thinking, it’s the capacity to conceive and utilize two or more opposite or contradictory ideas, concepts, or images simultaneously.

(bacaan lebih dalam, silahkan klik tautan ini!)

Barangkali inilah jawabannya, dua muka Janus; satu menghadap pada semangat bebas komunitas, satu lagi pada kesaklekan korporasi. Bila pengampu mahkota dapat menjadi Janus dengan mengutilisasi dua hal yang berlawanan, tidak mesti ada garis batas atau garis pemisah.

Tidak mesti ada batas, yang lebih tepat adalah batasan. Batasan untuk tidak keluar jalur semangat komunitas yang dibawa, tidak keluar jalur ide dan gagasan awal yang dipunya, dan di sisi lain tidak keluar dari keteraturan atau sistem korporasi yang dimaksudkan untuk menghidupi energi kreatif dan pelaku di dalamnya.

Bagaimanapun juga, tidak ada ide besar yang lahir tanpa diskusi dari berbagai kepala. The community, surely they’re really important! You might be titled as a head, but not a dictator.

Ya, ternyata bisa juga mencapai konklusinya. Fiuh~!

Terima kasih sudah membaca sampai akhir, sungguh bukan tulisan yang mudah dibuat dan dicerna, tapi rasanya sangat bisa untuk bahan diskusi.

Sila mampir dan tinggalkan pesan pada akun IG saya, good convo are always welcome here! ;)

--

--